Another World is Not Only Possible!
Ada semacam perlawanan pada kapitalisme yang dilakukan tanpa kesadaran akan eksistensi kapitalisme, pun tanpa pemahaman yang komprehensif mengenai kapitalisme itu sendiri. Meski perlawanan model seperti ini tampaknya terlalu jauh dari kemungkinan untuk bisa benar-benar menumbangkan musuh, bahkan terlalu sulit untuk bertahan lama. Bagaimana mungkin seseorang dapat memenangkan pertempuran apabila ia tidak pernah mengenal musuhnya? Kata Sun Tzu, “Dia yang mengenal musuh maupun dirinya sendiri takkan pernah beresiko dalam seratus pertempuran; Dia yang tidak mengenal musuh tetapi mengenal dirinya sendiri akan sesekali menang dan sesekali kalah; Dia yang tidak mengenal musuh ataupun dirinya sendiri akan beresiko dalam setiap pertempuran.”


Melihat kenyataan masyarakatnya yang masih jauh dari bisa disebut ‘maju’, serta mengetahui cara mereka merekrut guru SD yang saya nilai ‘serampangan’—belakangan saya tahu bahwa salah satu guru di satu-satunya SD di desa itu adalah mantan petani keladi yang belum pernah memperoleh pendidikan standar untuk menjadi seorang guru; yang langsung diterima jadi guru hanya atas dasar kesediaannya saja—rasanya terlalu jauh dari bayangan bahwa masyarakat di desa itu mengerti apa itu kapitalisme. Jadi apabila mereka masih mempertahankan kegiatan barter, pastilah bukan dengan tendensi menjatuhkan sistem ekonomi raksasa itu. Lalu, apa?
“Untuk ajang silaturahmi, Mas. Karena dengan tetap mempertahankan tradisi barter ini, warga-warga yang tinggal di pesisir dan warga-warga yang di gunung, jadi selalu punya kesempatan untuk bertemu setiap hari Sabtu,” itu jawaban yang saya peroleh dari salah seorang warga.
Mungkin mereka memang tidak mengenal apa itu kapitalisme. Tapi motivasi mereka dalam mempertahankan barter sebagai tradisi, tampak begitu praksis. Silaturahmi. Bukankah ‘silaturahmi’ merupakan sesuatu yang tidak eksis di dalam kapitalisme? Bukankah hubungan yang eksis dalam masyarakat kapitalis hanyalah hubungan produksi yang menghasilkan kapital, meskipun seringkali harus menafikkan sisi-sisi kemanusiaan. Bukankah karena itulah cinta menjadi subversif bagi kapitalisme?

2 tanggapan:
Dalam barter ada beberapa inti pelajaran hidup, diantaranya: keadilan, keikhlasan, kebersahajaan, amanah, mengambil hanya yang kita butuhkan -bukan yang kita inginkan-...
Ada lagi?
kadang aku perlu belajar dari orangorang itu, kawan
Posting Komentar