Kesepian
"I have climbed highest mountain. I have run through the fields. Only to be with you. Only to be with you. I have run I have crawled. I have scaled these city walls, These city walls. Only to be with you. But I still haven't found what I'm looking for."
Barangkali benar kita adalah orang-orang yang hanya sekedar berpapasan di tengah jalan. Sebab kalau bukan, bisakah kamu jelaskan, mengapa kita tidak pernah benar-benar terlepas dari rasa kesepian?
Aku paham mengenai apa yang selalu kau keluhkan dari waktu ke waktu; mengenai dunia tempatmu hidup saat ini yang nyaris tidak lagi menyisakan keramah-tamahan bagimu, mengenai kekecewaan-kekecewaan pada kenyataan yang terus menyudutkan mimpi-mimpi indah di dalam benakmu ke sudut-sudut yang tak dapat kau gapai lagi. Aku paham karena aku tak pelak merasakannya juga. Namun, siapa yang tidak? Hidup ini adalah sebuah kesepian yang harus dijalani seumur hidup oleh kita semua yang telah terlahir ke dunia ini.
Apa yang kamu punya ketika kamu baru saja keluar melalui lubang vagina ibumu? Sayang sekali ya kita tidak bisa mengingat dengan baik apa yang terjadi pada hari istimewa itu. Saat tubuh kita dilempar ke sini pertama kalinya. Saat kulit halus kita mulai merasakan sentuhan dari tangan-tangan kasar yang kita bahkan tidak tahu siapa pemiliknya. Saat spektrum cahaya mulai menyerobot masuk ke dalam mata dan kita jadi bisa melihat dunia fisik―juga untuk pertama kalinya. Dan kita cukup terguncang oleh semua hal yang benar-benar baru kita alami pada saat itu. Kita menangis. Siapa yang tidak?
Kurang lebih sembilan bulan lamanya kita berada di dalam satu ruangan yang nyaris lautan. Sembilan bulan kita hidup tidak berbeda seperti ikan[1]. Sembilan bulan. Kurun waktu yang cukup untuk membuat satu individu beradaptasi dengan dunia tempat ia hidup dan merasa mapan. Dan ketika baru saja kamu merasa nyaman, semua itu hilang, berganti dengan dunia baru yang harus kamu tempati. Dunia asing dengan orang-orang asing. Kamu menangis. Kamu tidak berharap perubahan itu terjadi. Setidaknya tidak secepat itu. Tapi apa pernah kamu menanti sebuah revolusi pada saat kamu merasa mapan?
Kamu menangis ketika kamu merasa kecewa pada kenyataan. Kamu marah sejadi-jadinya, walau kamu juga sering gagal untuk menjelaskan kalau saja ada orang yang saat itu bertanya padamu 'kamu marah sama siapa?'. Kamu kesal karena kenyataan telah mengganggu mimpi indahmu yang panjang. Sesungguhnya kamu hanya tidak mengerti bahwa tidak ada satu pun yang mapan di dalam kehidupan. Perubahan-perubahan yang kamu berusaha tolak dengan sekuat tenaga sesungguhnya adalah suatu keniscayaan. Sesuatu yang tak dapat terhindarkan. Semua hanya persoalan 'kapan'. Tapi pernahkah kamu bertanya, kapan kamu akan kehilangan semua keindahan yang sedang kamu rasakan?
Kamu tidak akan menangis, pada saat itu, jika saja kamu sudah paham sebelumnya bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Kamu tidak akan menangis, pada saat itu, jika saja kamu sudah mengerti bahwa kamu adalah mahluk yang paling istimewa di alam semesta ini. Kamu adalah manusia. Kamu mempunyai kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi dengan kondisi dan situasi seperti apapun. Buktinya, walau tangisan yang kamu ledakkan waktu baru saja keluar dari rahim ibumu sedemikian dahsyatnya, sampai pada detik ini kamu masih bisa bertahan hidup di dunia ini bukan?
Adaptasi pada dasarnya adalah upaya yang kamu lakukan dalam menciptakan kenyamanan. Aku yakin kamu telah melakukannya. Iya. Kamu melakukannya dalam hampir setiap detik yang kamu lalui. Memang tidak selalu sukses. Gagal terkadang. Tapi ketika itu berhasil, hidup terasa indah. Kenyataan terasa indah. Tapi pernahkah kamu bertanya, kapan kamu akan kehilangan semua keindahan yang sedang kamu rasakan?
Kamu tidak mengenal siapa laki-laki dan atau perempuan yang menyambut kehadiranmu ke dunia ini. Tapi kamu segera merasa nyaman berada di dekat mereka. Sebab mereka memancarkan aura yang hangat dan sangat bersahabat. Mereka memberikanmu makanan. Mereka memberikanmu pakaian. Mereka memberikanmu nama. Dan kamu segera mengenal mereka dengan nama: orangtua. Kamu mulai merasa terbiasa. Kamu mulai beradaptasi dengan kenyataan. Kamu mulai merasa mapan.
Dalam kemapananmu, kau merasa memiliki apa-apa yang ada di dekatmu dan bisa kau jamah. Dalam kemapananmu, kau merasa menjadi raja bagi dunia kecil yang kau jaga. Dalam kemapananmu, tersimpan rasa cemas, pun takut, akan kehilangan semua hal yang kau rasa punya. Kemudian rasa takutmu mengejawantah amarah[2]. (Bayangan) masadepan selalu mengajarkanmu tentang rasanya menjadi kesepian[3]. Masadepan menyadarkanmu bahwa sejatinya kau sedang menjalani sebuah kehidupan sendirian. Masadepan menyadarkan bahwa apapun yang saat ini masih bisa kau nikmati, cepat atau lambat akan raib. Kau menolaknya sekuat tenaga. Kau ingin ini semua: keindahan ini, kenyamanan ini, kemapanan ini; ada untuk selama-selamanya.
Kesadaranmu yang terdalam tahu bahwa itu semua adalah sesuatu yang mustahil. Kau sadar bahwa segalanya akan kembali menjadi nihil. Untuk itu kau mulai mengibur dirimu sendiri dengan berbagai cara. Kau mulai mengisi hidupmu dengan apapun sebanyak-banyaknya. Kau mengisi kekosongan-kekosongan yang jiwamu rasakan dengan mencari teman sebanyak-banyaknya, memasukkan barang ke dalam kereta belanjaanmu sebanyak-banyaknya, bercinta sebanyak-banyaknya, membaca buku sebanyak-banyaknya, pergi ke tempat indah di seluruh dunia sebanyak-banyaknya. Tapi, bisakah kau menjelaskan, mengapa kau tidak pernah benar-benar terlepas dari rasa kesepian?
Saat ini mungkin kehilangan demi kehilangan telah membuatmu terbiasa. Kau tidak lagi menangis ketika kenyataan merenggut mimpi indahmu yang panjang, kenyamananmu, kemapananmu. Kau sudah mulai mengerti pola hidup ini seperti apa. Yakni semua hal datang dan pergi tanpa permisi tanpa peduli suasana hatimu[4]. Kau sudah mampu membendung air mata ketika gelombang revolusi mulai datang lagi dan menghancurkan istana pasir yang telah kau bangun. Tapi apakah memang kau telah benar-benar kuat atau hanya sekadar memalingkan muka?
Kita sedang berpapasan kali ini. Kamu ingin kemana? Aku ingin ke sana. Kamu tidak harus mengikuti langkahku jika ini bukan jalan yang kau kehendaki. Kamu tidak harus pergi ke titik yang aku tuju jika ia bukanlah tujuan yang sedang kau capai. Bukan Haq kita saling memaksa; aku menyeretmu ke jalanku, atau kau menyeretku ke jalanmu. Kita ditakdirkan menjalani hidup sendirian. Kita tak akan bisa menolak untuk merasakan kesepian hidup, menjumpai keterasingan. Jika aku memang tidak memiliki apa-apa semenjak keluar melalui lubang vagina ibu, apakah aku berhak untuk menyebutmu 'perempuanku' dan kemudian menyeret-nyeretmu kemanapun aku mau agar aku tidak merasakan kesepian itu? Aku rasa bukan Haq juga untuk menetapkan diriku sebagai 'lelakimu'.
Bukan berarti ketidaksetiaan. Lagipula untuk apakah kita saling setia ketika kita adalah individu-individu yang mempunyai jalan masing-masing? Lupakanlah kesetiaanmu padaku. Kesetiaanmu padaku atau pada dunia hanya akan melahirkan kekecewaan-kekecewaan baru. Karena memang tak ada yang benar-benar diam selama semesta ini masih bergerak. Karena memang bisa saja secara tiba-tiba salah satu dari kita harus berbelok pada satu titik di mana itu akan memberi jarak pada kita berdua.
Tidak usah setia padaku. Setialah pada semangat revolusioner untuk menjadi lebih baik[5]. Jika berjalan bersamaku membuatmu merasa semakin menjauh dari tujuanmu, menjauhkanmu dari diri sendiri, membuat dirimu semakin hilang dan lupa pada tujuanmu; mungkin memang inilah waktunya kita untuk berpisah. Tidak perlu ragu. Orang yang setia tidak pernah ragu pada tujuannya.
Kita bisa berpisah di sini. Aku tahu kau tidak akan menangis kali ini. Tapi semoga tidak turunnya bulir-bulir air mata itu bukan karena penghiburan-penghiburan lain yang juga sama fananya denganku. Melainkan karena kau memang sudah mengerti bahwa hidup memang sepi, bahwa kau memang sendirian di dalam hidup ini, dan bahwa kesepian hidup adalah sesuatu yang niscaya. Sehingga kau telah mampu menghadapi dan menerima segala sesuatu yang takterhindarkan. Bukannya terus menerus menghibur diri dengan berbagai cara dan menolak kenyataan yang hanya akan membuatmu tidak beranjak kemana-mana.
Kita berpisah di sini. Atau kita berpisah nanti. Itu tidak ada bedanya. Semua hanya persoalan 'kapan'. Kita adalah orang-orang yang hanya sekedar berpapasan di tengah perjalanan.[]
_______
Catatan Kaki:
[1] Menyadur dari novel karya Kang Jamal, Fetussaga, halaman 6
[2] Ucapan Master Yoda dalam Star Wars
[3] "The future teaches you to be alone"; baris pertama lagu If You Tolerate This Your Children Will Be Next-nya Manic Street Preachers
[4] Mengadopsi salah satu baris dalam lagu Letto, Sampai Nanti Sampai Mati
[5] Di dalam konsep dialektika Hegel tidak mempercayai adanya satu kebenaran yang absolut. Setiap tesis akan selalu mempunyai anti-tesis, sebelum melahirkan sintesis. Yang absolut dalam berdialektika adalah semangat revolusionernya untuk terus menemukan yang terbaik
―U2, I Still Haven't Found What I'm Looking For
Barangkali benar kita adalah orang-orang yang hanya sekedar berpapasan di tengah jalan. Sebab kalau bukan, bisakah kamu jelaskan, mengapa kita tidak pernah benar-benar terlepas dari rasa kesepian?
Aku paham mengenai apa yang selalu kau keluhkan dari waktu ke waktu; mengenai dunia tempatmu hidup saat ini yang nyaris tidak lagi menyisakan keramah-tamahan bagimu, mengenai kekecewaan-kekecewaan pada kenyataan yang terus menyudutkan mimpi-mimpi indah di dalam benakmu ke sudut-sudut yang tak dapat kau gapai lagi. Aku paham karena aku tak pelak merasakannya juga. Namun, siapa yang tidak? Hidup ini adalah sebuah kesepian yang harus dijalani seumur hidup oleh kita semua yang telah terlahir ke dunia ini.
Apa yang kamu punya ketika kamu baru saja keluar melalui lubang vagina ibumu? Sayang sekali ya kita tidak bisa mengingat dengan baik apa yang terjadi pada hari istimewa itu. Saat tubuh kita dilempar ke sini pertama kalinya. Saat kulit halus kita mulai merasakan sentuhan dari tangan-tangan kasar yang kita bahkan tidak tahu siapa pemiliknya. Saat spektrum cahaya mulai menyerobot masuk ke dalam mata dan kita jadi bisa melihat dunia fisik―juga untuk pertama kalinya. Dan kita cukup terguncang oleh semua hal yang benar-benar baru kita alami pada saat itu. Kita menangis. Siapa yang tidak?
Kurang lebih sembilan bulan lamanya kita berada di dalam satu ruangan yang nyaris lautan. Sembilan bulan kita hidup tidak berbeda seperti ikan[1]. Sembilan bulan. Kurun waktu yang cukup untuk membuat satu individu beradaptasi dengan dunia tempat ia hidup dan merasa mapan. Dan ketika baru saja kamu merasa nyaman, semua itu hilang, berganti dengan dunia baru yang harus kamu tempati. Dunia asing dengan orang-orang asing. Kamu menangis. Kamu tidak berharap perubahan itu terjadi. Setidaknya tidak secepat itu. Tapi apa pernah kamu menanti sebuah revolusi pada saat kamu merasa mapan?
Kamu menangis ketika kamu merasa kecewa pada kenyataan. Kamu marah sejadi-jadinya, walau kamu juga sering gagal untuk menjelaskan kalau saja ada orang yang saat itu bertanya padamu 'kamu marah sama siapa?'. Kamu kesal karena kenyataan telah mengganggu mimpi indahmu yang panjang. Sesungguhnya kamu hanya tidak mengerti bahwa tidak ada satu pun yang mapan di dalam kehidupan. Perubahan-perubahan yang kamu berusaha tolak dengan sekuat tenaga sesungguhnya adalah suatu keniscayaan. Sesuatu yang tak dapat terhindarkan. Semua hanya persoalan 'kapan'. Tapi pernahkah kamu bertanya, kapan kamu akan kehilangan semua keindahan yang sedang kamu rasakan?
Kamu tidak akan menangis, pada saat itu, jika saja kamu sudah paham sebelumnya bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Kamu tidak akan menangis, pada saat itu, jika saja kamu sudah mengerti bahwa kamu adalah mahluk yang paling istimewa di alam semesta ini. Kamu adalah manusia. Kamu mempunyai kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi dengan kondisi dan situasi seperti apapun. Buktinya, walau tangisan yang kamu ledakkan waktu baru saja keluar dari rahim ibumu sedemikian dahsyatnya, sampai pada detik ini kamu masih bisa bertahan hidup di dunia ini bukan?
Adaptasi pada dasarnya adalah upaya yang kamu lakukan dalam menciptakan kenyamanan. Aku yakin kamu telah melakukannya. Iya. Kamu melakukannya dalam hampir setiap detik yang kamu lalui. Memang tidak selalu sukses. Gagal terkadang. Tapi ketika itu berhasil, hidup terasa indah. Kenyataan terasa indah. Tapi pernahkah kamu bertanya, kapan kamu akan kehilangan semua keindahan yang sedang kamu rasakan?
Kamu tidak mengenal siapa laki-laki dan atau perempuan yang menyambut kehadiranmu ke dunia ini. Tapi kamu segera merasa nyaman berada di dekat mereka. Sebab mereka memancarkan aura yang hangat dan sangat bersahabat. Mereka memberikanmu makanan. Mereka memberikanmu pakaian. Mereka memberikanmu nama. Dan kamu segera mengenal mereka dengan nama: orangtua. Kamu mulai merasa terbiasa. Kamu mulai beradaptasi dengan kenyataan. Kamu mulai merasa mapan.
Dalam kemapananmu, kau merasa memiliki apa-apa yang ada di dekatmu dan bisa kau jamah. Dalam kemapananmu, kau merasa menjadi raja bagi dunia kecil yang kau jaga. Dalam kemapananmu, tersimpan rasa cemas, pun takut, akan kehilangan semua hal yang kau rasa punya. Kemudian rasa takutmu mengejawantah amarah[2]. (Bayangan) masadepan selalu mengajarkanmu tentang rasanya menjadi kesepian[3]. Masadepan menyadarkanmu bahwa sejatinya kau sedang menjalani sebuah kehidupan sendirian. Masadepan menyadarkan bahwa apapun yang saat ini masih bisa kau nikmati, cepat atau lambat akan raib. Kau menolaknya sekuat tenaga. Kau ingin ini semua: keindahan ini, kenyamanan ini, kemapanan ini; ada untuk selama-selamanya.
Kesadaranmu yang terdalam tahu bahwa itu semua adalah sesuatu yang mustahil. Kau sadar bahwa segalanya akan kembali menjadi nihil. Untuk itu kau mulai mengibur dirimu sendiri dengan berbagai cara. Kau mulai mengisi hidupmu dengan apapun sebanyak-banyaknya. Kau mengisi kekosongan-kekosongan yang jiwamu rasakan dengan mencari teman sebanyak-banyaknya, memasukkan barang ke dalam kereta belanjaanmu sebanyak-banyaknya, bercinta sebanyak-banyaknya, membaca buku sebanyak-banyaknya, pergi ke tempat indah di seluruh dunia sebanyak-banyaknya. Tapi, bisakah kau menjelaskan, mengapa kau tidak pernah benar-benar terlepas dari rasa kesepian?
Saat ini mungkin kehilangan demi kehilangan telah membuatmu terbiasa. Kau tidak lagi menangis ketika kenyataan merenggut mimpi indahmu yang panjang, kenyamananmu, kemapananmu. Kau sudah mulai mengerti pola hidup ini seperti apa. Yakni semua hal datang dan pergi tanpa permisi tanpa peduli suasana hatimu[4]. Kau sudah mampu membendung air mata ketika gelombang revolusi mulai datang lagi dan menghancurkan istana pasir yang telah kau bangun. Tapi apakah memang kau telah benar-benar kuat atau hanya sekadar memalingkan muka?
Kita sedang berpapasan kali ini. Kamu ingin kemana? Aku ingin ke sana. Kamu tidak harus mengikuti langkahku jika ini bukan jalan yang kau kehendaki. Kamu tidak harus pergi ke titik yang aku tuju jika ia bukanlah tujuan yang sedang kau capai. Bukan Haq kita saling memaksa; aku menyeretmu ke jalanku, atau kau menyeretku ke jalanmu. Kita ditakdirkan menjalani hidup sendirian. Kita tak akan bisa menolak untuk merasakan kesepian hidup, menjumpai keterasingan. Jika aku memang tidak memiliki apa-apa semenjak keluar melalui lubang vagina ibu, apakah aku berhak untuk menyebutmu 'perempuanku' dan kemudian menyeret-nyeretmu kemanapun aku mau agar aku tidak merasakan kesepian itu? Aku rasa bukan Haq juga untuk menetapkan diriku sebagai 'lelakimu'.
Bukan berarti ketidaksetiaan. Lagipula untuk apakah kita saling setia ketika kita adalah individu-individu yang mempunyai jalan masing-masing? Lupakanlah kesetiaanmu padaku. Kesetiaanmu padaku atau pada dunia hanya akan melahirkan kekecewaan-kekecewaan baru. Karena memang tak ada yang benar-benar diam selama semesta ini masih bergerak. Karena memang bisa saja secara tiba-tiba salah satu dari kita harus berbelok pada satu titik di mana itu akan memberi jarak pada kita berdua.
Tidak usah setia padaku. Setialah pada semangat revolusioner untuk menjadi lebih baik[5]. Jika berjalan bersamaku membuatmu merasa semakin menjauh dari tujuanmu, menjauhkanmu dari diri sendiri, membuat dirimu semakin hilang dan lupa pada tujuanmu; mungkin memang inilah waktunya kita untuk berpisah. Tidak perlu ragu. Orang yang setia tidak pernah ragu pada tujuannya.
Kita bisa berpisah di sini. Aku tahu kau tidak akan menangis kali ini. Tapi semoga tidak turunnya bulir-bulir air mata itu bukan karena penghiburan-penghiburan lain yang juga sama fananya denganku. Melainkan karena kau memang sudah mengerti bahwa hidup memang sepi, bahwa kau memang sendirian di dalam hidup ini, dan bahwa kesepian hidup adalah sesuatu yang niscaya. Sehingga kau telah mampu menghadapi dan menerima segala sesuatu yang takterhindarkan. Bukannya terus menerus menghibur diri dengan berbagai cara dan menolak kenyataan yang hanya akan membuatmu tidak beranjak kemana-mana.
Kita berpisah di sini. Atau kita berpisah nanti. Itu tidak ada bedanya. Semua hanya persoalan 'kapan'. Kita adalah orang-orang yang hanya sekedar berpapasan di tengah perjalanan.[]
_______
Catatan Kaki:
[1] Menyadur dari novel karya Kang Jamal, Fetussaga, halaman 6
[2] Ucapan Master Yoda dalam Star Wars
[3] "The future teaches you to be alone"; baris pertama lagu If You Tolerate This Your Children Will Be Next-nya Manic Street Preachers
[4] Mengadopsi salah satu baris dalam lagu Letto, Sampai Nanti Sampai Mati
[5] Di dalam konsep dialektika Hegel tidak mempercayai adanya satu kebenaran yang absolut. Setiap tesis akan selalu mempunyai anti-tesis, sebelum melahirkan sintesis. Yang absolut dalam berdialektika adalah semangat revolusionernya untuk terus menemukan yang terbaik
12 tanggapan:
siyalan. kamu memang siyalan, teman. belakangan sedang kupikirkan hal ini berulang2 sampai aku bosan, dan dengan gampangnya kamu menuliskan semua kata yang menyumbat di kepala. semalam aku ingin menelponmu, berbicara tentang entah, sebelum akhirnya pilihan jatuh pada kesendirian, mencoba mengakrabi kesepian.
om, om...
belum genap tujuh bulan ketika saya dilempar ke dunia. tapi yang kamu rasa juga saya rasa.
kesepian. menyebalkan, memang. tapi, layaknya koreng yang kamu dapat saat pokok mangga di halaman tetangga kamu panjat dan gaya gravitasi menarikmu hempas ke atas tanah; lalu norma serta etika berlebihan yang ada membuat pemilik pohon mengejarmu sambil mengayun-ayunkan golok laksana pitung sang jagoan; maka koreng itu akan membawamu ke pemahaman baru: jangan pernah nyolong mangga ketika pemilik ada di rumah, or, kalo mo nyolong pun jangan ampe ketauan.
rasanya kita perlu kesepian untuk bisa menikmati keramaian. bukankah alam amat sangat indahnya dengan semua hal bertentangan di dalamnya?
cheers,
(=
entah,,
\kadang hidupq kunilai dari heningnya keramaian. terkadang mungkin aku dicap sebagai lelaki aneh. tapi seenggaknya mungkin benar inilah realita. warna hidup hanya kudapat dari apa yang tidak kumengerti. yang menjadi sensasi atas resiko yang kutelan mentah-mentah.
thanks...
mungkin sejatinya aku memang tercipta dalam kesendirian dalam pikuknya ramai.
teman, seandainya kekurangan dapat kau nilai sebagai kelebihan. mungkin kau takkan mengira bahwa kekurangan hanyalah wujud dari kemalangan yang menjadi sensasi berlebih dari resiko yang kau dapat dari hidup.
kamu benar, kesepian adalah teman sejati buat ku, yang sampai sekarang aku hanya bisa menanggung resiko yag telah aku perbuat. sekarang aku ga punya harapan apa-apa. aku hanya menunggu Tuhan Y.M.E (Allah SWT) memanggilku dan aku mersa ga berguna tuk saat ini. salah gak ya kalau aku menunggu orang tua ku bahagia, mereka gak punya rumah dari aku masih bayi hingga sekarang, aku dah lelah entah berapa lama aku akan bertahan, saya mohon ma teman-teman doakan akau ya mudah-mudahan aku tabah menghadapi semua ini. aku dah lelah!!!!!!!!!!!!!!!
Makasih.
km benar... malam ini aq baru saja menyadari hal tersebut.. bahwa aq sangat sendirian di tengah orang2 yg katanya mencintai aq..
pada kenyataannya, aq merasakan kedinginan.. takut akan gelapnya malam.. juga karena kekasih hatiku tidak lagi menaruh cinta kepadaku.. tp tetap menjadikanku pacarnya..
sepi...hanya itu yg kurasa...
Kenapa ku bisa hampir meneteskan air mata ketika membaca tulisan ini
no coment
Tidak ada lagi teman yg bisa di ajak bicara tentang kenyataan,, topeng di pakai untuk menutupi semua kenyataan di tengah-tengah pengadilan manusia antara mana yang benar dan mana yang salah.... aku merasa sendirian sekarang
redcloud brkata...
Apakah aku dilahirkan untuk menyendiri tiada kasih sayang yang diberikan kepadaku???memang semua keinginanku terwujud tapi hanya kasih sayang dari orang tua tak dapat dibeli dengan apa pun didunia ini.yang aku butuhkan hanya itu saja sebelum raga ini kembaali kesisinya
aku kesepian sayang...
Dari pagi menjelang, sampai datang waktu malam engkau menghilang.
Setiap jengkal waktumu seakan habis dimakan pekerjaan yang engkau banggakan.
Tidakkah kau punya sedikit saja waktumu sayang, untuk sekedar bercakap riang menikmati alunan lembut kasih sayang.
sebegitu sulitkah kau korbankan waktumu untukku.
Aku tahu kau punya mainan, yang jauh lebih berharga dari sekedar menghabiskan waktu bersamaku.
Aku tahu waktumu tak senggang, untukku yang tak bisa memberimu uang.
Tapi tidakkah kau tahu sayang, aku merindukan cengkeramamu disaat kita miskin dulu.
Semua itu kau lakukan demi aku, tapi lama-lama aku tak butuh itu.
maafkan aku sayang, untuk kali ini aku sulit mengertimu.
aku sama sekali tak pernah tahu apa itu lembut belaianmu, karena kau tidak mengajarkan itu.
Aku kesepian sayang...
MAS/MBAK ijin share tulisan ini ke blog saya. mampir diblog saya juga ya?
Makasih...
hidup ini memang pedih ya kakak xD
Posting Komentar